Siang ini mencoba bersahabat dengan teriknya cuaca, berbekal es teh dan meja kecil didepan TV yang bervolume suara nol aku baca sebuah tabloid yang memfokuskan diri ke kendaraan beroda dua. Ada sebuah artikel yang membahas tentang suara bising knalpot.
Persis dengan apa yang kurisaukan beberapa waktu yang lalu, tentang tidak adanya ukuran pada hukuman knalpot bersuara "yang dianggap" bising. Jika hukum berdasar pada 'rasanya' ... maka yang terjadi adalah lawakan...tapi hendaknya untuk jadi seorang pemimpin dan penentu hukum bukan pelawak.
Kembali ke masalah muffler motor,... berikut ini adalah foto kegalauan media MOTOR PLUS yang wartawannya tentu tak asal menuliskan opini, yang wartawannya tak bakal ngetes suara knalpot dengan mendekatkan telinga ke knalpot lalu digeber gasnya.
Tampak cerdas adalah favorit masyarakat. Banyak ajakan namun tanpa pemikiran selanjutnya, tanpa mikir bagaimana caranya. Konsumen disalahkan dan Produsen tak disalahkan. Pantas saja.
Sudah saya bahas tentang ada ukuran bernama decible yang berfungsi mengukur satuan suara, berfungsi seperti 'meter', 'liter', 'kilogram' .... mungkin pernah dengar kata itu tadi. Bahkan teman diskusi saya yang saya tak habis pikir ternyata pesimis dengan pendidikan rakyat, mirip dengan pemerintah yang ogah-ogahan mendidik rakyatnya... bahwa susah menjelaskan desibel itu apa kepada masyarakat....lalu kenapa meter, liter dan gram bisa?
Saya sendiri pernah melakukan pengukuran itu,... pada saat menaiki perahu ke Pulau Serangan, suara diesel yang monoton sangat mengganggu telinga... pantas saja karena saya tak sengaja duduk diatas lobang knalpot, tak terasa panas karena terlapisi kayu tebal sebagai plafon perahu itu. Namun ukuran kebisingannya sekian.
Tak perlu dipanjang-panjangkan pembahasan knalpot motor yang hukumnya berdasar rasa. Kemandulan hukum di Indonesia belum mampu mengatasi hukum semacam ini. Negeri ini masih muda, bangsa ini masih sangat perlu belajar. Terutama pemimpinnya.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar